MEMAHAT KEBERUNTUNGAN

Memahat Keberuntungan


» فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ «

“Barangsiapa yang dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah memperoleh keberuntungan. Dan tidaklah kehidupan dunia itu melainkan kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali-Imran: 185).

Saudaraku,
Keberuntungan dan kemalangan adalah dua sudut kehidupan kita. Ia datang dan pergi dari sisi kita. Kedatangannya tak bisa dipastikan dan terkadang sulit diprediksi ketibaannya. Walau pun semua kita jika diberikan pilihan antara keduanya, tentu kita memilih yang pertama; untung, sukses dan jaya dalam segala hal.

Keberuntungan CAD, terukur setelah ia duduk manis di atas kursi empuk Parlemen, menjadi wakil rakyat. Kejayaan Ca-Pres dan Cawa-Pres, saat keduanya diumumkan KPU sebagai pemenang Pil-Pres 2019.

Kesuksesan kita di dunia akademik, jika kita telah meraih gelar akademik; Sarjana S1, Magister dan Duktur, walau sedikit terlambat menyelesaikannya, karena kurang cerdas dalam melintasi tangga-tangga rintangan yang sebenarnya tidak terlalu berat. Karena tiada konsistensi dalam melakukan penelitian, sehingga arak-arakan persoalan menjadi gumpalan awan tebal, yang menggelapkan pandangan dan melunturkan militansi.

Di dunia dakwah dan tarbiyah, keberuntungan da’i di-parameteri oleh memuncaknya prestasi dakwah dan bertambahnya jumlah pengikut kafilah, mulai dari stata pemula hingga ke level atasnya. Targetan dakwah tercapai dan para rival dakwah terpukul dan tersungkur. Para calon yang diusung dari partai dakwah sukses mengambil hati para pemilihnya dalam hitungan suara yang dicanangkan.

Keberuntungan dan kesuksesan kita di bidang pendidikan, jika para pendidik telah mengantarkan para pendidiknya terdahulu menjadi peserta didik di forum-forum pelatihan dan arena pacuan prestasi. Artinya saat seorang peserta didik, pada akhirnya mampu melewati prestasi pendidiknya. Dan seterusnya.

Saudaraku,
Tangga-tangga keberuntungan harus dilalui setahap demi stahap. Dari satu ayunan langkah kaki, diikuti ayunan langkah yang lain. Khuthwah-khuthwah, demikian arahan yang meluncur dari lisan ahli hikmah.

Salah seorang ahli hikmah di zaman sahabat adalah Abu Darda’ r.a. Di mana beliau pernah memberikan lentera keberuntungan, bagi siapa saja yang ingin meraihnya.

Abu Darda' r.a pernah menasihati para pemburu keberuntungan dengan perkataannya:

"Allah mengaruniakan ilmu bagi orang-orang yang beruntung, dan Dia menghalanginya bagi orang-orang yang malang."

Saudaraku,
Abu Darda' r.a memberi batasan yang jelas perihal orang-orang yang akan beruntung dunia dan akherat. Demikian pula sebaliknya ia memberi ukuran yang terang mengenai orang yang akan mengalami kemalangan dan melekat padanya status ‘gagal’ di sini dan di sana.

Dimudahkannya menggali ilmu pengetahuan. Dilancarkan proses belajar mengajar. Diberikan pemahaman dan daya serap yang tinggi terhadap ilmu. Mencintai ahli ilmu dan yang orang-orang meniti di jalan ilmu. Dibukanya kran-kran ilmu pengetahuan di sela-sela kesibukannya dalam mengais rezki dan menggeluti rutinitas sehari-hari. Senang menularkan ilmu kepada orang-orang di sekelilingnya. Tak patah arang saat gagal mendaki puncak ilmu. Lebih mencintai ilmu daripada harta benda dan yang senada dengan itu.

Jika hal tersebut ada pada diri kita, berarti kita tergolong calon menjadi orang yang beruntung di akherat sana. Sudah barang tentu setelah mengecap keberuntungan di sini. Di dunia ini.

Saudaraku,
Sebaliknya, merupakan tanda bahwa kita akan sengsara dan malang di alam keabadian dan kehidupan yang kekal di akherat sana, jika kita terhalang meraih ilmu pengetahuan. Membenci orang-orang yang menghadiri majlis ilmu. Memusuhi mereka yang menularkan ilmu kepada orang lain. Gerah duduk di taman ilmu. Menghalang-halangi orang lain meraih pengetahuan agama dan seterusnya.

Mari ni kita merenung sejenak. Mana yang lebih menguras pikiran kita, harta benda dan kenikmatan dunia yang ingin kita kecap? Ataukah ilmu pengetahuan yang kita kejar?. Mana yang lebih dominan menyapa kita setiap hari. Ilmu pengetahuan ataukah godaan dunia?.

Ketika kita mengunjungi dunia maya. Apa yang terbersit di hati kita? Apakah kita ingin menjadikannya sebagai kunci ilmu pengetahuan bagi kita. Atau justru kita ingin berkeliling dunia dengannya?.

Jawabannya ada di hati kita. Apakah kita termasuk orang yang akan beruntung di sini dan di sana atau sebaliknya, kita menjadi orang yang malang tak ada ujungnya.

Saudaraku,
Siapa pun kita. Apa pun jabatan dan profesi kita. Apa pun status sosial kita. Di mana pun kaki kita berpijak. Kapan pun dan bagai mana pun keadaan kita. Untuk keberuntungan kita di sini atau pun untuk kebahagiaan kita di sana. Kuncinya adalah ilmu.

Menjadi pejabat di dunia, harus ada ilmu dan strategi jitu yang harus dimainkan. Ada pengetahuan yang memadai sebagai pengontrolnya. Ada evaluasi berkelanjutan, yang harus direalisasikan. Dan seterusnya.

Menjadi ilmuwan di dunia, mustahil terwujud, mana kala kita hampa ilmu dan sempit wawasannya. Malas dalam mengembangkan potensi diri dan menaikan kelas kita.

Duduk manis menjadi wakil rakyat, hanya menjadi impian dan fatamorgana belaka, jika nafas kita tersengal-sengal saat bertarung dengan para competitor lainnya. Karena kita tidak memiliki jurus mematikan yang menghentikan langkah mereka.

Bukan bertambahnya jumlah pengikut kafilah dakwah yang tampak secara kasat, justru yang terjadi adalah para kader terbina di semua jenjang akan berkurang,  lantaran kita tidak memiliki ilmu merawat hati dan membesarkan jiwa mereka. Terlebih hati kita kusut. Penampilan kita kucel. Dan lisan kita sering membuat hati mereka kesel. Dan seterusnya.

Saudaraku,
Keberuntungan kita yang hakiki adalah keberuntungan kita di sana. Di akherat sana. Sepertimana kemalangan kita yang abadi adalah kemalangan kita kita di sana. Kemalangan yang tak ada faedahnya lagi sebuah penyesalan. Karena semua sudah terlambat. Pintu perbaikan telah tertutup. Dan cerita keberuntungan telah usai. Harapan baru telah sirna.

Oleh karena itu, seberuntung apa pun kita di dunia, jika tidak membekali diri dengan ilmu pengetahuan agama. Sejatinya kita sedang menggali lubang kemalangan di sana. Melukis di kertas kebinasaan di alam keabadian.

Termasuk warna keterpedayaan di ruang hampa, jika kita menjadi aktifis dakwah, yang mengajak manusia mentaati Allah dan rasul-Nya. Mengibar panji dan meninggikan kalimat-Nya. Namun kita kering dari ilmu pengetahuan. Malas menghadiri majlis ilmu dan kajian. Menganggap cukup dengan apa yang ada di kepala dan melekat di badan. Tidak memerlukan tambahan ilmu dan bobot keimanan. Yang mana keduanya dapat meredam syahwat dan syubhat di hadapan. Pada akhirnya, kita tersesat dalam menapaki jalan pengabdian.


Ya Rabb, bukakanlah pintu-pintu ilmu pengetahuan untuk kami dan jangan Engkau halangi kami dari karunia-Mu. Amien. Wallahu a'lam bishawab.

Metro, 28 Februari 2019
Fir’adi Abu Ja’far
Labels: 2019, Edisi Februari
0 Komentar untuk "MEMAHAT KEBERUNTUNGAN"

Back To Top