DEMIKIAN SEMESTINYA KEPRIBADIAN SEORANG PEMIMPIN

DEMIKIAN SEMESTINYA KEPRIBADIAN SEORANG PEMIMPIN


» عُدْ مَرِضَى الْمُسْلِمِيْنَ وَاشْهَدْ جَنَائِزَهُمْ وَافْتَحْ بَابَكَ وَبَاِشرْ أَمْرَهُمْ بِنَفْسِكَ فَإِنَّمَا أَنْتَ رَجُلٌ مِنْهُمْ غَيْرَ أَنَّ اللَّهَ جَعَلَكَ أَثْقَلَهُمْ حَمْلاً «

“Jenguklah orang-orang yang sakit dari kaum muslimin, berta’ziah-lah atas kepergiannya, bukalah pintu rumahmu dan temui rakyat yang datang kepadamu. Karena sesungguhnya engkau bagian dari mereka. Hanya saja Allah meletakkan beban di pundakmu lebih berat daripada beban di pundak mereka.” (Nasihat Umar bin Khattab r.a kepada Abu Musa al-Asy’ari, dikutip Shalih Ahmad Al-Syami dalam kitabnya “mawa’izh ash-shahabah”).

Saudaraku,
Menjadi pemimpin yang dicintai oleh pejabat negara di bawahnya dan rakyatnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak sedikit peluh yang harus mengucur. Banyak debu-debu padang yang menyapa wajah. Tetesan darah segar membasahi tubuh. Bahkan terkadang harus dibuktikan dengan mengurangi waktu istirahat dan bersenda gurau dengan keluarga dan sanak saudaranya.

Seperti itulah model pemimpin yang dicintai pejabat dan rakyatnya dengan tulus ikhlas. Tiada kepura-puraan dalam hati mereka, apatah lagi cinta yang berbalut basa basi. Hanya sekadar menghadirkan rasa kesenangan semu. Loyalitas palsu, yang sewaktu-waktu menguap bergeser seiring dengan pergantian muslim dan waktu.

Saudaraku,
Abu Musa al-Asy’ari r.a, yang bernama asli Abdullah bin Qais, ditunjuk Umar bin Khattab r.a menjadi gubernur Basrah pada tahun 17 H/638 M menggantikan gubernur sebelumnya, yakni al-Mughirah bin Syu’bah. Ia ditunjuk Umar r.a untuk mengemban pengadilan di Basrah.

Di masa kekhilafahan Umar bin Khattab r.a, sahabat berkebangsaan Yaman (Asy’ari) ini memulai karir politiknya yang gemilang. Menjadi gubernur di Basrah merupakan pembuktian kelayakan dan kepantasannya menjadi seorang pemimpin yang ideal. Mengemban amanah kepemimpinan dan meletakkan neraca keadilan.

Saudaraku,
Sepenggal pesan Amirul mukminin Umar bin Khattab r.a yang tertulis dan terutus untuk pejabatnya Abu Musa al-Asy’ari r.a gubernur Basrah, mengandungi butiran nasihat.

Menyimbolkan kedekatan seorang kepala negara dengan para pejabat di bawahnya. Kedekatan hati, pikiran, semangat membangun peradaban Islam dan ditopang tujuan mulia dan luhur, yaitu membimbing rakyat menuntun mereka ke surga, menerapkan hukum dengan adil; tidak tebang pilih dan pilih kasih.

Melambangkan perhatian yang besar dari seorang kepala negara kepada para pejabat di bawahnya. Karena sang Khalifah merasa bertanggung jawab atas apa yang diperbuat para pejabat di bawahnya. Oleh karena itu Umar r.a tidak segan mengganti pejabat-nya (PAW) jika dirasa perlu karena berbagai pertimbangan. Seperti mencopot al-Mughirah bin Syu’bah r.a dari gubernur Basrah, dan menggantinya dengan Abu Musa r.a. Artinya tiada pejabat yang merasa aman dan nyaman secara politis pada masa kekhilafahan Umar r.a.

Seorang pemimpin dan pejabat Negara substansinya adalah pelayan masyarakat. Bukan sebaliknya, pemimpin dan pejabat yang ingin dilayani dan dihormati masyarakatnya. Oleh karena itu Umar r.a memerintahkan Abu Musa r.a untuk hidup di tengah-tengah masyarakatnya. Menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi kebutuhan, memecahkan persoalan hidup mereka dan seterusnya. Dengan demikian ia akan memantik cinta dan kasih sayang dari rakyatnya. Penghormatan dan pemuliaan dari mereka sudah pasti adanya.

Melayani dan membersamai rakyat pada momen-momen spesial dan sakral, merupakan lambang ketawadhu’an dan kerendahan hati seorang pemimpin dan pejabat negara. Sikap angkuh, congkak dan tinggi diri seorang pemimpin dan pejabat negara dapat mengundang kebencian dan laknat dari rakyatnya.

Seorang pemimpin dan pejabat yang merakyat, tidak menjaga jarak dengan mereka. Dan bahkan pintu rumahnya selalu terbuka untuk mereka. Mendengarkan keluh kesah mereka. Menerima pengaduan dan curhatan mereka. Bukan pada saat acara resmi atau sewaktu reses semata. Hal itu pertanda i’tikad yang baik dan awal dari keberkahan yang panjang. Bukan hanya di dunia. Tapi sampai di akherat sana.

Pemimpin dan pejabat negara yang bisa tidur nyenyak dan bermimpi indah dalam tidurnya, sementara rakyatnya hidup menderita berderai air mata. Hidup sengsara berselimut duka. Adalah tipe pemimpin dan pejabat yang akan sengsara dan menderita di sana. Di akherat sana.

Sejatinya kepemimpinan dan jabatan adalah amanah berat yang dipikulkan di pundak kita. Jika kita tidak mengangkatnya dengan mas’uliyah (tanggung jawab), khidmah (gelora melayani) dan tadhiyah (jiwa berkorban), bisa membuat kita terpelanting jatuh dan terlempar ke jurang kehancuran.

Pemimpin dan pejabat negara yang baik di mata Allah, rasul-Nya dan umat, adalah mereka yang memiliki prinsip hidup yang dipegang dengan erat. Bukan mereka yang melepas prinsip dan menukarnya dengan pujian hampa dan senandung hipokrit para pemujanya.

Pemimpin dan pejabat Negara yang melebur dengan masyarakat bukan berarti lebur dengan budaya dan keyakinan yang berbeda dengannya. Diistilahkan oleh masyarakat Arab sebagai “ikhtilath ma’a tamayyuz” bersama dengan tampilan warna berbeda.

Keshalihan sosial, yang menyempurnakan keshalihan pribadi, intelektual, spiritual dan emosional, merupakan kunci kesuksesan pemimpin dan pejabat Negara di dunia dan akherat. Sebaliknya, kerapuhan dan kelemahan pada beberapa keshalihan di atas menjadi pemicu kehancuran dan kebinasaan. Di sini dan di sana.


Saudaraku,
Di mana pun. Kapan pun. Dalam keadaan yang bagaimana pun. Kita mendambakan pemimpin dan pejabat Negara seperti Umar bin Khattab dan Abu Musa r.a. Karena keshalihan seorang pemimpin, akan menebarkan kebaikan, maslahat dan keberkahan untuk rakyatnya.

Baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur, mustahil terwujud di alam realita kehidupan anak bangsa, jika pemimpin dan pejabat yang didamba hampa dari makna. Yang akan menghadirkan kesal dan kecewa. Kebahagiaan dan kedamaian hati, menjadi sirna luput dari fakta.

Mudah-mudahan Allah Ta’ala, menghadirkan di negeri kita pemimpin dan para pejabat harapan umat dan bangsa. Amien. Wallahu a’lam bishawab.

Metro, 26 Desember 2019
Fir’adi Abu Ja’far
Labels: 2019, Edisi Desember
0 Komentar untuk "DEMIKIAN SEMESTINYA KEPRIBADIAN SEORANG PEMIMPIN"

Back To Top